Hubungan Suami Istri Setelah Sahur, Bolehkah?
Pertanyaan:
Saya
seorang istri berumur 21 tahun, kami baru menikah belum ada 2 tahun. Hubungan
saya dengan suami selama ini baik-baik saja. Memang, kadang muncul pertengkaran
kecil bisa jadi, karena ketidaktahuan saya dalam beberapa hal atau bisa juga,
karena karakter suami yang rada streng.
Seperti
saat bulan Ramadhan sekarang ini. Dulu pernah suami saya marah-marah, karena
saya menolak ajakannya berhubungan suami-istri. Saya menolak bukan bermaksud durhaka
kepada suami sebagai pimpinan, tapi takut berbuat dosa. Pasalnya, ajakannya pas
sehabis sahur.
Demi
ketenangan, saya mengajukan pertanyaan kepada Ustadz. Apakah hubungan suami
istri boleh dilakukan sehabis makan sahur? Apakah harus segera bersuci sebelum
waktu imsak, ataukah boleh melebihi hingga lewat imsak?
Jawaban:
Memang
sangat jarang atau malah tidak ada satu bahtera keluarga pun yang tidak
mengalami pertengakaran dan permasalahan. Banyak dari permasalahan tersebut
sumbernya adalah ketidaktahuan kedua pasutri atau salah satunya. Karena itu,
komunikasi antara keduanya harus diciptakan, sehingga bisa saling mengerti dan
dapat bermusyawarah menyelesaikan problem yang ada.
Sikap
saudari dalam hal ini tidak dapat disalahkan penuh, karena dasarnya adalah
kehati-hatian takut melanggar larangan Allah. Namun, bila saudari dan suami
saudari mengerti hukumnya, tentu hal itu tidak perlu terjadi.
Nah,
Ramadhan hampir datang, sudah seharusnya kita mengetahui hukum-hukum
seputarnya, agar memperoleh keutamaan dan dapat menjadikannya sarana menjadi
orang yang bertakwa, sebagaimana disampaikan dalam firman-Nya (yang artinya),
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Qs. al-Baqarah: 183).
Di
antara hukum-hukum tersebut adalah hukum berhubungan suami istri setelah sahur.
Tentang hal ini, Allah telah menjelaskan kebolehan berhubungan suami istri di
malam hari sejak matahari terbenam sampai fajar subuh terbit dalam firman-Nya (yang
artinya),
“Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu
adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu
dan memberi maaf kepadamu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa
yang telah ditetapkan Allah untukmu.”
(Qs. al-Baqarah: 187).
Ayat
ini menunjukkan berhubungan suami istri di malam bulan Ramadhan, baik di awal,
tengah atau di akhirnya walaupun telah makan sahur, selama belum muncul fajar
subuh yang menjadi awal waktu puasa, bila telah masuk waktu fajar wajib
menghentikannya. Namun sebaiknya berhati-hati, sebab kalau sampai melewati
waktu fajar tersebut itu bisa membatalkan puasa Anda. Lebih-lebih dalam perkara
ini, sulit sekali sadar dan dapat memperhatikan waktu dengan seksama.
Permasalahannya memang tidak sekadar batal puasanya, yakni orang yang
berhubungan suami istri di siang hari – mulai waktu fajar sampai terbenam
matahari– dari bulan Ramadhan diwajibkan membayar kafarat, berupa membebaskan
budak, bila mendapatkannya dan bila tidak, maka beralih kepada puasa dua bulan
berturut-turut. Bila itu pun tidak mampu, maka wajib memberi makan 60 orang
miskin, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah yang artinya,
“Ketika
kami duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘slaihi wa sallam, tiba-tiba
datanglah seseorang sambil berkata, ‘Celaka, wahai Rasulullah!’ Beliau
menjawab, ‘Ada apa denganmu?’ Ia berkata, ‘Aku berhubungan dengan istriku dalam
keadaan aku berpuasa.’ Dalam riwayat lain berbunyi, ‘Aku berhubungan dengan
istriku di bulan Ramadhan.’ Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata, ‘Apakah kamu bisa mendapatkan budak untuk dimerdekakan?’ Ia menjawab,
‘Tidak.’ Lalu beliau berkata lagi, ‘Mampukah kamu berpuasa dua bulan
berturut-turut?’ Ia menjawab, ‘Tidak.’ Lalu beliau menyatakan lagi, ‘Mampukah
kamu memberi makan enam puluh orang miskin?’ Ia menjawab, ‘Tidak’ Lalu
Rasulullah diam sebentar. Ketika kami dalam keadaan demikian, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam diberi satu ‘Irq berisi kurma – Al-Irq adalah alat takaran –.
Beliau berkata, ‘Mana orang yang bertanya tadi?’ Ia menjawab, ‘Saya.’ Beliau
menyatakan lagi, ‘Ambillah ini dan bersedakahlah dengannya!’ Kemudian orang
tersebut berkata, ‘Apakah ada yang lebih fakir dariku wahai Rasulullah? Demi
Allah tidak ada di dua ujung kota Madinah satu keluarga yang lebih fakir dari
keluargaku.’ Mendengar itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa
sampai tampak gigi taringnya, kemudian berkata, ‘Berilah makan keluargamu!’” (HR. Muttafaqun ‘alaihi).
Maka
berhati-hatilah!
Diusahakan
mandi sebelum adzan subuh biar bisa shalat sunnah qabliyah subuh dan shalat
subuh berjamaah di masjid. Namun bila keadaan tidak memungkinkan, maka tetap
sah walaupun sampai waktu subuh belum juga mandi wajib, sebab Rasulullah pernah
mendapati waktu subuh masih junub belum mandi, kemudian tetap berpuasa,
sebagaimana dikisahkan oleh Aisyah,
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah mendapati waktu fajar (subuh) pada
bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi, lalu mandi dan
berpuasa.”
Bahkan,
ini juga dikisahkan oleh Ummu Salamah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam pernyataan beliau,
“Sesungguhnya,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah mendapati waktu fajar
subuh dalam keadaan junub dari hubungan dengan istrinya, kemudian mandi dan
berpuasa.”
Demikian
penjelasan dari kami, mudah-mudahan dapat menenangkan hati Saudari dan dapat
bermanfaat.
Sumber:
Majalah Nikah Vol. 04 No.07 / 2005
Dipublikasikan
oleh: KonsultasiSyariah.com
Komentar